PONDOK ROMADHON HARI KE-2
Kegiatan pondok romadhyon hari ke-2
[14/6/16] ini
lanjutan postingan kemarin di hari ke-2 ini masih di isi dengan tadarus
al-quran dan tajuid ,tadarus di kelas perempuan di isi oleh bpk gunawan dan di
kelas laki2 di isi oleh bpk nur amin waktu kegiatan adalah jam 07;00-09;00
langsung di lanjut istirahat selama 15 menit lalu masuk lagi dan di isi
pelajaran tajuid .tak di sangka ada kejutan dari para guru SMA di datangi oleh
petugas dari kementrian agama yang bernama bpk TOHA yang menjelaskan tentang
makna bulan puasa.
*jam pertama tadarus al-quran di isi oleh bpk gunawan semua
murit di suruh membaca alquran 1 ayat 1 ayat secara bergantian menggunakan
microfon surat yang di baca itu jus 30 dan siswa yang tidak membawa al-quran
sendiri mereka pinjam di perpustakaan
sma pgri ngambon sembari membaca bergantian di selingi dengan tajuid dan para
siswa di beri pertanyaan satu2 dan di selingi dengan pembelajaran tajuid dari vidio
*jam ke 2 di isi oleh petugas dari kementrian agama
bojonegoro yaitu bpk TOHA dia menjelaskan makna bulan puasa bahwa di dalam
bulan puasa terjadi malam lailatul qodar yaitu malam di mana al-quran turun dan
puasa itu di bagi menjadi 4
1. Puasa Senin Kamis
Dari Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
تُعْرَضُ الأَعْمَالُ يَوْمَ
الاِثْنَيْنِ وَالْخَمِيسِ فَأُحِبُّ أَنْ يُعْرَضَ عَمَلِى وَأَنَا صَائِمٌ
“Berbagai amalan dihadapkan (pada
Allah) pada hari Senin dan Kamis, maka aku suka jika amalanku dihadapkan
sedangkan aku sedang berpuasa.” (HR. Tirmidzi no. 747. Shahih dilihat dari
jalur lainnya).
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha,
beliau mengatakan,
إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه
وسلم- كَانَ يَتَحَرَّى صِيَامَ الاِثْنَيْنِ وَالْخَمِيسِ.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam biasa menaruh pilihan berpuasa pada hari senin dan kamis.” (HR.
An Nasai no. 2360 dan Ibnu Majah no. 1739. Shahih)
2. Puasa Tiga Hari Setiap Bulan Hijriyah
Dianjurkan berpuasa tiga hari setiap
bulannya, pada hari apa saja.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu, ia berkata,
أَوْصَانِى
خَلِيلِى بِثَلاَثٍ لاَ أَدَعُهُنَّ حَتَّى أَمُوتَ صَوْمِ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ
مِنْ كُلِّ شَهْرٍ ، وَصَلاَةِ الضُّحَى ، وَنَوْمٍ عَلَى وِتْرٍ
“Kekasihku (yaitu Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam) mewasiatkan padaku tiga nasehat yang aku tidak
meninggalkannya hingga aku mati: [1] berpuasa tiga hari setiap bulannya, [2]
mengerjakan shalat Dhuha, [3] mengerjakan shalat witir sebelum tidur.”( HR.
Bukhari no. 1178)
Mu’adzah bertanya pada ‘Aisyah,
أَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله
عليه وسلم- يَصُومُ ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ قَالَتْ نَعَمْ. قُلْتُ
مِنْ أَيِّهِ كَانَ يَصُومُ قَالَتْ كَانَ لاَ يُبَالِى مِنْ أَيِّهِ صَامَ. قَالَ
أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ
“Apakah Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam berpuasa tiga hari setiap bulannya?” ‘Aisyah menjawab, “Iya.”
Mu’adzah lalu bertanya, “Pada hari apa beliau melakukan puasa tersebut?”
‘Aisyah menjawab, “Beliau tidak peduli pada hari apa beliau puasa (artinya
semau beliau).” (HR. Tirmidzi no. 763 dan Ibnu Majah no. 1709. Shahih)
Namun, hari yang utama untuk
berpuasa adalah pada hari ke-13, 14, dan 15 dari bulan Hijriyah yang dikenal dengan
ayyamul biid.[2] Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma,
beliau berkata,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يُفْطِرُ أَيَّامَ الْبِيضِ فِي حَضَرٍ وَلَا سَفَرٍ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam biasa berpuasa pada ayyamul biidh ketika tidak bepergian maupun
ketika bersafar.” (HR. An Nasai no. 2345. Hasan).
Dari Abu Dzar, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda padanya,
يَا أَبَا ذَرٍّ إِذَا صُمْتَ مِنَ
الشَّهْرِ ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ فَصُمْ ثَلاَثَ عَشْرَةَ وَأَرْبَعَ عَشْرَةَ
وَخَمْسَ عَشْرَةَ
“Jika engkau ingin berpuasa tiga
hari setiap bulannya, maka berpuasalah pada tanggal 13, 14, dan 15 (dari bulan
Hijriyah).” (HR. Tirmidzi no. 761 dan An Nasai no. 2424. Hasan)
3. Puasa Daud
Cara melakukan puasa Daud adalah
sehari berpuasa dan sehari tidak. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
أحَبُّ الصِّيَامِ إلى اللهِ صِيَامُ
دَاوُدَ، وَأحَبُّ الصَّلاةِ إِلَى اللهِ صَلاةُ دَاوُدَ: كَانَ يَنَامُ نِصْفَ
الليل، وَيَقُومُ ثُلُثَهُ وَيَنَامُ سُدُسَهُ، وَكَانَ يُفْطِرُ يَوْمًا
وَيَصُوْمُ يَوْمًا
“Puasa yang paling disukai oleh
Allah adalah puasa Nabi Daud. Shalat yang paling disukai Allah adalah Shalat
Nabi Daud. Beliau biasa tidur separuh malam, dan bangun pada sepertiganya, dan
tidur pada seperenamnya. Beliau biasa berbuka sehari dan berpuasa sehari.”
(HR. Bukhari no. 3420 dan Muslim no. 1159)
4. Puasa di Bulan
Sya’ban
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha
mengatakan,
لَمْ يَكُنِ النَّبِىُّ – صلى الله
عليه وسلم – يَصُومُ شَهْرًا أَكْثَرَ مِنْ شَعْبَانَ ، فَإِنَّهُ كَانَ يَصُومُ
شَعْبَانَ كُلَّهُ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam tidak biasa berpuasa pada satu bulan yang lebih banyak dari bulan
Sya’ban. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada bulan Sya’ban
seluruhnya.” (HR. Bukhari no. 1970 dan Muslim no. 1156).
Dalam lafazh Muslim, ‘Aisyah radhiyallahu
‘anha mengatakan,
كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ
كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ إِلاَّ قَلِيلاً.
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam biasa berpuasa pada bulan Sya’ban seluruhnya. Namun beliau berpuasa
hanya sedikit hari saja.” (HR. Muslim no. 1156)
Yang dimaksud di sini adalah
berpuasa pada mayoritas harinya (bukan seluruh harinya[6]) sebagaimana diterangkan oleh Az Zain ibnul
Munir.[7] Para ulama berkata bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam tidak menyempurnakan berpuasa sebulan penuh selain di
bulan Ramadhan agar tidak disangka puasa selain Ramadhan adalah wajib.[8]
5. Puasa Enam Hari di
Bulan Syawal
Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ
أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ
“Barangsiapa yang berpuasa
Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia seperti berpuasa
setahun penuh.” (HR. Muslim no. 1164)
6. Puasa di Awal Dzulhijah
Dari Ibnu ‘Abbas, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
« مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى
اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ ». يَعْنِى أَيَّامَ الْعَشْرِ. قَالُوا يَا
رَسُولَ اللَّهِ وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ « وَلاَ الْجِهَادُ
فِى سَبِيلِ اللَّهِ إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ
مِنْ ذَلِكَ بِشَىْءٍ ».
“Tidak ada satu amal sholeh yang
lebih dicintai oleh Allah melebihi amal sholeh yang dilakukan pada hari-hari
ini (yaitu 10 hari pertama bulan Dzul Hijjah).” Para sahabat bertanya: “Tidak
pula jihad di jalan Allah?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Tidak
pula jihad di jalan Allah, kecuali orang yang berangkat jihad dengan jiwa dan
hartanya namun tidak ada yang kembali satupun.” (HR. Abu Daud no. 2438, At
Tirmidzi no. 757, Ibnu Majah no. 1727, dan Ahmad no. 1968. Shahih). Keutamaan
sepuluh hari awal Dzulhijah berlaku untuk amalan apa saja, tidak terbatas pada
amalan tertentu, sehingga amalan tersebut bisa shalat, sedekah, membaca Al
Qur’an, dan amalan sholih lainnya.[9] Di antara amalan yang dianjurkan di awal
Dzulhijah adalah amalan puasa.
8. Puasa ‘Asyura
Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ
شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلاَةُ
اللَّيْلِ
“Puasa yang paling utama setelah
(puasa) Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah – Muharram. Sementara shalat
yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat malam.” (HR. Muslim
no. 1163). An Nawawi -rahimahullah- menjelaskan, “Hadits ini merupakan
penegasan bahwa sebaik-baik bulan untuk berpuasa adalah pada bulan Muharram.”[11]
Keutamaan puasa ‘Asyura sebagaimana
disebutkan dalam hadits Abu Qotadah di atas. Puasa ‘Asyura dilaksanakan pada
tanggal 10 Muharram. Namun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertekad
di akhir umurnya untuk melaksanakan puasa ‘Asyura tidak bersendirian, namun
diikutsertakan dengan puasa pada hari sebelumnya (9 Muharram). Tujuannya adalah
untuk menyelisihi puasa ‘Asyura yang dilakukan oleh Ahlul Kitab.
Komentar
Posting Komentar